SMS Gratis Antar Operator dihapus dan diganti dengan tarif Rp. 23
Mulai hari Jumat (1/6), layanan pesan singkat atau SMS gratis antaroperator tidak ada lagi. Kementerian Komunikasi dan Informatika kini menerapkan interkoneksi SMS berbasis biaya yang dinilai lebih adil bagi operator dan menguntungkan masyarakat.
Kepala Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Gatot S Dewa Broto, Kamis (31/5), menyampaikan, penerapan kebijakan interkoneksi berbasis biaya pada SMS ini menyusul layanan telekomunikasi berbasis suara berdasarkan Peraturan Menteri Kominfo Nomor 8 Tahun 2006 tentang Interkoneksi yang telah berlaku sejak April 2008.
Gatot menerangkan, layanan SMS antaroperator berdasarkan skema sender keep all (SKA) yang berlaku selama ini dinilai tidak adil. Keuntungan hanya dinikmati operator pengirim SMS, sedangkan operator penerima tidak mendapatkan keuntungan dan hanya kebanjiran lalu lintas SMS. Padahal, penggunaan jaringan membutuhkan biaya operasional.
”Bayangkan, dalam sehari saja terdapat sekitar 400-500 juta SMS per operator. Lalu lintas SMS yang padat ini bisa mengganggu kualitas jaringan,” ujar Gatot.
Sejumlah oknum yang tidak bertanggung jawab juga biasanya memanfaatkan layanan SMS gratis ini untuk mengirimkan SMS spam, penipuan, atau promo kepada konsumen.
Menurut Gatot, dengan SMS berbasis biaya ini, operator penerima SMS akan mendapat Rp 23 per SMS. Angka Rp 23 per SMS ini merupakan hasil perhitungan biaya interkoneksi SMS tahun 2010 yang dilakukan konsultan independen.
Keadilan
Harapannya, tercipta keadilan pada penyelenggara layanan SMS. Operator penerima SMS juga mendapatkan keuntungan dari tarif SMS.
Selain memberikan keadilan bagi operator, SMS berbasis biaya ini juga dinilai memberikan keuntungan bagi konsumen. Keuntungan yang akan dinikmati masyarakat dari SMS berbasis biaya ini adalah kualitas jaringan yang bagus.
Di samping itu, jumlah SMS spam, penipuan, atau promo yang tidak dikehendaki juga akan berkurang.
”Kami berharap jumlah SMS spam akan jauh berkurang setelah SMS berbasis biaya ini berlaku,” kata Gatot.
Meski demikian, Gatot menegaskan, penerapan interkoneksi SMS berbasis biaya ini bukan berarti pemerintah menaikkan tarif ritel SMS. Pemerintah tidak berwenang mengatur tarif ritel SMS. Operatorlah yang menetapkan tarifnya sendiri berdasarkan skema SMS berbasis biaya ini.
Kepala Divisi Komunikasi Perusahaan Telkomsel Ricardo Indra menilai, penerapan SMS berbasis biaya ini merupakan sesuatu yang wajar dalam bisnis.
”Ketika ada SMS keluar dari alat produksi kami ke alat produksi operator lain wajar, kan, kalau dikenakan biaya,” katanya.
Indra menilai, kebijakan SMS berbasis biaya ini diyakini telah dipertimbangkan masak-masak sehingga akan menguntungkan semua pihak.
Operator mematuhi
Manager Public Relation XL Axiata Henry Wijayanto mengatakan, pada prinsipnya operator akan mematuhi kebijakan yang ditentukan pemerintah. ”Kami juga telah mempersiapkan diri untuk memenuhi kebijakan itu,” ujarnya.
Pemerintah mulai Jumat ini memang mulai memberlakukan aturan baru skema interkoneksi SMS, yang sebelumnya SKA menjadi berbasis biaya.
Pemerintah telah mengumumkan rencana untuk mengubah skema menjadi berbasis biaya sejak 11 Desember 2011. Maka, sebenarnya ada waktu lebih dari lima bulan untuk mempersiapkan diri menghadapi regulasi baru.
Dahulu, skema SKA diambil dengan pertimbangan bahwa lalu lintas SMS antaroperator akan berimbang karena pelanggan akan saling mengirimkan SMS. Namun, ternyata ada operator tertentu yang terganggu oleh lalu lintas SMS yang terlalu besar.
TARIF RP.23
Kementerian Kominfo dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) akan segera menerapkan regulasi penyelenggaraan interkoneksi berdasarkan biaya. Regulasi ini berdasar dari Peraturan Menteri Kominfo No 08/PER/M.KOMINFO/02/2006 tentang Interkoneksi.
Peraturan ini memuat regulasi tentang rencana pemerintah mengubah skema interkoneksi SMS yang sebelumnya Sender Keep All (SKA) menjadi berbasis biaya (cost-based). Tahun lalu, regulasi ini telah disosialisasikan melalui Siaran Pers No. 84/PIH/KOMINFO/12/2011.
Dengan aturan ini, seluruh bentuk SMS harus menggunakan biaya, meskipun sangat kecil. Padahal, selama ini, promosi Bebas SMS atau SMS Gratis itu sangat ampuh menarik konsumen.
Upaya larangan penerapan SMS gratis pernah diinstruksikan pada April 2010. Tapi, tidak efektif dalam pelaksanaan. Kini dasar hukumnya telah kuat untuk mengikat operator. Apabila dilanggar, Kementrian Kominfo dan BRTI siap mengevaluasi.
Pemerintah menegaskan waktu pelaksanaan tidak bisa ditawar. Semua aspek teknis dan administratif sudah harus selesai sebelum 31 Mei 2012. Dalam pernyataan tertulis Kominfo menjelaskan, pemerintah terus memantau persiapan penyelenggara layanan SMS dan Asosiasi Kliring Trafik Telekomunikasi (Askitel) hingga skema baru ini dilaksanakan.
Apalagi, hal itu telah ditegaskan dalam rapat antara Kominfo, BRTI, dan seluruh operator telekomunikasi di Indonesia, Sabtu 26 Mei lalu.
Tarif biaya SMS dari operator ini disebut dengan istilah “Termination Fee” atau terminasi biaya. Apabila pesan dikirim melalui operator jaringan mobile lain, maka operator yang mengirim pesan akan menagih ke pengirim konten. Harga ini biasanya memiliki batas tertentu.
Terminasi SMS berbasis biaya (cost-based SMS termination charges) siap berlaku bagi operator layanan SMS. Pemerintah juga meminta operator menyampaikan laporan dan mengumumkan ketentuan ini kepada penggunanya.
Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenkominfo Gatot S Dewa Broto mengatakan sebagian masyarakat kadang tidak menyadari bahwa tarif murah dan kadang gratis itu berlaku dengan syarat dan atau ketentuan tertentu.
“Kualitas layanan yang kurang prima serta maraknya SMS Broadcast (penyebaran SMS ke banyak pengguna telepon bergerak) dan SMS spamming (SMS yang tidak diinginkan) disinyalir juga sebagai dampak dari promosi para penyelenggara yang disalahgunakan atau akibat dari penerapan skema SKA,” kuncinya.
TERMINASI
Menteri Negara Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring menjelaskan soal biaya terminasi SMS per 1 Juni 2012. Ia menjelaskan secara ringkas melalui akun twitter-nya @tifsembiring dengan hash-tag #SMS, Kamis (31/5).
Biaya terminasi, jelas Tifatul, adalah biaya yang harus ditanggung operator pengirim SMS kepada operator penerima, karena menggunakan jaringan operator penerima. Landasan hukum dari kebijakan ini adalah UU 36/1999 tentang Telekomunikasi dan Peraturan Menteri No. 08/2006 tentang interkoneksi.
Mulai tanggal 31 Mei 2012 pukul 23:59:59, Pemerintah akan menetapkan biaya terminasi SMS antar operator sebesar Rp23 per SMS. Namun bukan berarti beban itu dikenakan kepada pengguna layanan SMS. “Karena tergantung kepada strategi bisnis masing-masing operator,” tulis Tifatul.
Ihwal ada operator yang mempromosikan gratis layanan SMS-nya, Tifatul mengaku pemerintah tidak mengatur soal itu. Soal itu diserahkan kepada masing-masing operator. Pemerintah hanya mengatur biaya terminasi antar-operator.
“Mau terus digratiskan silakan. Pemerintah tak tetapkan tarif retail per-SMS. Yang diatur biaya terminasi antar-operator. Agar adil,” lanjutnya.
Sistem SKA (sender keep all) yang berlaku selama ini telah menciptakan iklim usaha telekomunikasi yang kurang sehat.
Di balik bisnis SMS gratis, Tifatul mencium adanya upaya mencari keuntungan dengan menggunakan SMS spam, penipuan, cyber crime dan lain-lain. Mungkin saja operator menghapus layanan SMS gratis, karena ada tiga komponen biaya yang ditanggung operator: (1). Biaya terminasi (2). Aktifitas retail, dan (3). Profit operator.
Namun jika operator mau menetapkan biaya Rp50-100 per SMS atau bahkan gratis, Tifatul menyerahkan kepada operator. “Itu strategi mereka. Masih ada revenue besar dilayanan lain,” tulis Tifatul.
Kebijakan biaya terminasi SMS sudah disosialisasikan kepada para operator sejak akhir 2011
0 komentar:
Posting Komentar